Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali melakukan perubahan kurikulum hal ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan system pendidikan di Indonesia yang dinilai sangat buruk dikawasan asia. Perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia meliputi:
a. Kurikulum 1947
Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan ialah kurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa Indonesia. Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan pula tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Sekolah mengharuskan menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia.
Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947 :
1. sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
2. menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
3. jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi dan SMA jurusan B-19 bidang studi
b. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
Berikut ciri-ciri kurikulum 1968 :
1. sifat kurikulum correlated subject,
2. jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi,
3. penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
c. Kurikulum 1975
Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan kurikulum, sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha agar tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh peserta didik, setelah mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metode penyampaian satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI ini dibuat satuan pelajaran yang berupa rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Ciri-ciri kurikulum 1975:
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
d. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Asumsi yang mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atau tempat proses belajar mengajar berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat.
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
g. Kurikulum 1994
Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada ketentuan-ketentuan yuridis dan akademis di atas, maka diharapkan kurikulum 1994 telah mampu menjembatani semua kesenjangan yang terdapat dalam dunia pendidikan di sekolah. Namun, harapan itu sepertinya tidak terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh sedemikian banyak dan gencarnya keluhan pengelola pendidikan mengenai berbagai kelemahan dan kekurangan kurikulum 1994.
Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah sebagai berikut :
1. Sifat kurikulum objective based curriculum,
2. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
3. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
4. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
5. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial
6. Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama),dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum)
7. Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,
8. SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG)
Aspek yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat, sehingga sangat membebani siswa yang berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa, sehingga mutu pendidikan pun semakin terpuruk. Akibatnya adalah siswa enggan belajar lama di sekolah. Jika sejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran yang menjadi momok di sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan belajar mengajar menjadi menyebalkan.
Selain itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai pihak antara lain sebagai dosa teramat besar dari departemen pendidikan dan kebudayaan yang mengakibatkan kemerosotan kualitas pendidikan secara berkesinambungan tanpa henti , bahwa adanya target kurikulum telah menjadi salah satu factor pemicu untuk penggantian kurikulum baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang telah menghambat diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru, yang menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam rangka pengelolaan pendidikan. Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep pengajaran satu arah, dari guru murid, karena apabila murid diberikan kebebasan mengajukan pendapat, maka diperlukan banyak waktu, sehingga target kurikulum sulit untuk tercapai.
h. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Harapan masyarakat terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, pada hakikatnya adalah adanya komunikasi dua arah yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar menjadi interaktif dan menyenangkan, baik bagi siswa maupun bagi guru. Belajar menyenangkan itulah sebenarnya konsep pendidikan yang dapat membawa peserta didik (siswa) untuk menguasai kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Harapan-harapan inilah yang seharusnya diakomodasi di dalam penyusunan kurikulum.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang hanya berlaku sampai tahun 2006 di sekolah-sekolah pada dasarnya adalah merupakan gagasan dari Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar (KBKD) yang memfokuskan pada wujud pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik. KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Berhubung kurikulum 2004 yang memfokuskan aspek kompetensi siswa, maka prinsip pembelajaran adalah berpusat pada siswa dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan kemitraan, serta mengutamakan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning atau CTL)
Dalam pelaksanaan kurikulum yang memegang peranan penting adalah guru. Guru diibaratkan manusia dibalik senjata kosong yang tidak berpeluru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru untuk mengisi senjata itu dan membidiknya dengan cermat dan tepat mengenai sasaran.
Keberhasilan kurikulum lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kompetensi guru. Oleh karenanya, tidak berlebihan apabila dalam diskusi mengenai “Potret Pendidikan di Indonesia dan Peran Guru Swasta”, J. Drost (2002) menegaskan bahwa materi kurikulum, terutama untuk mata pelajaran dasar, di seluruh dunia pada dasarnya sama. Yang membedakannya adalah cara guru mengajar di depan kelas.
Inti dari KBK adalah terletak pada empat aspek utama, yaitu :
1) kurikulum dan hasil belajar,
2) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah,
3) kegiatan belajar mengajar, dan
4) evaluasi dengan penilaian berbasis kelas.
Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar dan indikator dari TK (Taman Kanak-kanak) dan Raudhatul Athfal (RA) sampai dengan kelas XII (kelas III SMA). Penilaian berbasis kelas memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi atau hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai, serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan, serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum, antara lain silabus, pembinaan professional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diberikan kepada sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Provinsi dan Tingkat Pusat. Peran dan tanggung jawab sekolah untuk meningkatkan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mensosialisasikan konsep KBK, menetapkan tahap dan administrasi KBK, menata ulang KBK penempatan guru pada kelas secara optimal, memberdayakan semua sumber daya dan dana sekolah, termasuk dalam melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk pelaksanaan kurikulum secara bermutu
i.KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan yang berlaku dewasa ini di Indonesia. KTSP diberlakukan mulai tahun ajaran 2006/2007 yang menggantikan kurikulum 2004 (KBK). Kurikulum ini lahir seiring dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Salah satu perbedaan KTSP dibandingkan dengan kurikulum yang pernah berlaku sebelumnya di Indonesia adalah terletak pada sistem pengembangannya. Pengembangan kurikulum sebelum KTSP dilakukan secara terpusat (sentralistik), sedangkan KTSP merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik).
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, dan silabus. Secara substantive, pemberlakuan kurikulum 2006 merupakan implementasi regulasi yang telah dikeluarkan yaitu PP no 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter.
Dengan demikian, kurikulum 2006 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sebagai kurikulum operasional di tingkat satuan pendidikan, KTSP memiliki peluang untuk dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan Iptek .
4. Relevan dengan kebutuhan masa kini dan masa datang.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Pada hakikatnya KTSP merupakan kelanjutan dari kurikulum 2004. Sebab tidak banyak perubahan berarti yang dilakukan. Yang tampak jelas berubah adalah penentuan mata pelajaran masing-masing bidang studi dengan penjabaran aspek-aspeknya. Persoalan baru itulah yang dirasakan oleh guru menjadi beban berat. Belum lagi soal kerepotan dan kerumitan nilai dalam proses evaluasi belajarnya.
Dengan dasar Permendiknas Nomor 22, 23 dan 24 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta peraturan pelaksanaannya, maka kurikulum 2006 diberlakukan untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya yang baru berusia dua tahun.
Kurikulum ini memiliki tujuan khusus yaitu : meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Sedangkan tujuan umumnya adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pelaksanaannya kurikulum terbaru tersebut mengalami berbagai kendala. Terutama persoalan minimnya sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan terutama sekali kesiapan guru dan sekolah untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri. Namun oleh Depdiknas persoalan itu diantisipasi dengan diluncurkannya panduan KTSP yang disusun oleh BSNP. Kenyataannya sampai saat ini kurikulum 2006 itu terkesan masih dijalankan dengan setengah hati karena berbagai kebijakan dan landasan yuridisnya belum dipenuhi secara konsekuen oleh pemerintah.
Disamping masalah itu juga ada masalah lain dari kurikulum ini yaitu karena jam pelajaran dikurangi maka para guru honorer akan berkurang penghasilannya. Hal ini juga harus diperhatikan demi kesejahteraan guru dan demi kelancaran proses pengajaran.
Perbedaan mendasar yang terdapat dalam kurikulum 2006 dibandingkan kurikulum sebelumnya adalah kurikulum 2006 bersifat desentralistik artinya sekolah diberi kewenangan secara penuh untuk menyusun rencana pendidikan dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan (SI dan SKL) mulai dari tujuan, visi dan misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya. Namun, kewenangan dan kebebasan sekolah tersebut dalam penyelenggaraan program pendidikannya tetap harus disesuaikan dengan (1) Kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah. Dalam pelaksanaannya, orang tua dan masyarakat dapat berperan dan terlibat secara aktif sebagai mitra sekolah dalam mengembangkan program pendidikannya.
gan, izin kopi bisa ga?
BalasHapus