Nama latin : Argusianus argus
Nama lain : Ruai, Kuau Besar
Burung ini mudah sekali dikenal karena memilki bentuk tubuh yang indah dan spesifik. Tubuh yang jantan lebih besar dan berbulu dengan corak yang lebih menarik daripada yang betina. Berat yang jantan dapat mencapai sekitar 11,5 kg dan panjang tubuhnya sampai ujung ekor mendekati 2 meter. Hal ini disebabkan oleh dua lembar bulu ekornya bagian tengah mencolok sekali panjangnya. Umumnya bulu tubuh berwarna dasar kecoklatan dengan bundaran-bundaran berwarna cerah serta berbintik-bintik keabu-abuan.
Kulit di sekitar kepala dan leher pada yang jantan biasanya tidak ditumuhi bulu dan berwarna kebiruan. Pada bagian occipital (bagian belkang kepala) betina mempunyai bulu jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lobang hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.
Suara burung ini sangat lantang sehingga dapat terdengar dari kejauhan lebih dari satu mil. Suara yang jantan dapat dibedakan karena mempunyai interval pengulangan yang pendek. Sedangkan yang betina suaranya mempunyai pengulangan dengan interval semakin cepat dan yang terakhir suaranya panjang sekali. Burung ini mempunyai suara tanda bhaya yang cirinya pendek, tajam dan merupakan alunan yang parau.
Burung ini suka hidup di kawasan hutan, mulai dari dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Penyebaran burung ini adalah di Sumatera dan Kalimantan. Juga terdapat di Asia Tenggara. Makanannya terdiri dari buah-buahan yang jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini juga suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang.
Burung ini bertelur yang biasanya berjumlah dua butir, warna telurnya krem atau kuning keputihan dengan bercak-bercak kecil diseluruh permukaan. Ukurannya sekitar 66 x 47 mm. Telur ini dierami oleh betina selama kurang lebih 25 hari. Anak burung ini akan mencapai tingkat dewasa kurang lebih dalam satu tahun.
Bulu burung ini oleh masyarakat suku Dayak dijadikan sebagai salah satu bagian dari pakaian adat mereka terutama mahkota ( tangkulas (bahasa kanayatn) ). Sedangkan di Sumatera Barat burung ini menjadi icon daerah mereka.
Kerusakan hutan di Kalimantan memaksa penyebaran burung ini berkurang drastis. Selain itu perburuan oleh kolektor dan tidak adanya penangkaran dari masyarakat sekitar membuat burung ini semakin langka. Mungkin nanti suatu saat burung ini akan punah dan tinggal cerita saja mengenainya.
katanya asal mula burung ruai berasal dari negri sambas.
BalasHapusEntri yang menarik...Suka^
BalasHapusSalam... Saya Willy, asli Kapuas Hulu. Sedang menempuh pendidikan seni pertunjukan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Saya berencana untuk mengangkat sebuah iklan sosial budaya nusantara, Bang. Saya ingin meminta informasi mengenai keberadaan burung Ruai dan peternak yang masih memilikinya untuk ku jadikan artistik dalam art project saya nantinya. Trims
BalasHapusSalam Budaya!
Fbook : Willy Heramus
e-mail : will_heramus@yahoo.com